Oleh YM. Pa Auk Sayadaw

Pertanyaan : Bagaimana seseorang tidak menyerah untuk bermeditasi setelah mengalami banyak kegagalan yang disebabkan oleh sangat banyak kendala internal dan eksternal?

Jawaban: Anda harus memiliki Keyakinan yang kuat kepada Buddha, Dhamma dan Sangha.
Anda seharusnya yakin bahwa apa yang Sang Buddha katakan tentang lingkaran kelahiran kembali adalah benar. Bahkan jika Anda telah melakukan banyak perbuatan yang bajik dalam hidup ini, jika Anda masih belum merealisasi Nibbana. Anda akan terus berada di lingkaran kelahiran kembali, mengalami penderitaan kelahiran, usia tua, penyakit, kematian, dll. Dan jika salah satu akusala kamma (perbuatan buruk) Anda matang menjelang kematian di suatu kehidupan, Anda akan terlahir di salah satu dari empat alam menderita, bahkan di neraka, akan mengalami penderitaan yang amat berat.

Dalam Balapandita Sutta, Sutta tentang Orang Dungu dan Orang Bijaksana, Sang Buddha berkata kepada para bhikkhu demikian:

“Seorang dungu yang telah menyerahkan dirinya pada perbuatan buruk dari tubuh, ucapan, dan pikiran, pada saat hancurnya tubuh, setelah kematian, akan terlahir kembali dalam keadaan kekurangan, di alam yang menyedihkan, bahkan di neraka.
Sesungguhnya sesuatu dikatakan : “benar-benar tidak diharapkan, benar-benar tidak menyenangkan, “itu adalah neraka, Sesungguhnya bisa dikatakan sampai sejauh ini amat sulit menemukan sebuah perumpamaan penderitaan yang ada di neraka.”
Ketika hal ini dikatakan, seorang bhikkhu bertanya kepada Bhagava: “Tapi, Yang Mulia, dapatkah sebuah perumpamaan diberikan?”

“Hal ini dapat, bhikkhu,” kata Sang Bhagava. ‘Para bhikkhu, misalkan orang-orang menangkap seorang perampok dan diberikan kepada raja, lalu mengatakan: “Baginda, ia adalah seorang perampok. Jenis hukuman apa yang akan anda berikan untuknya” Lalu raja berkata:” Pergilah dan tusuk orang ini di pagi hari dengan seratus tombak ” Dan mereka menusuknya di pagi hari dengan seratus tombak. Kemudian pada siang hari raja bertanya: “Bagaimana orang itu?” – “Baginda, ia masih hidup.” Lalu raja berkata: “Pergilah dan tusuk orang ini pada siang hari dengan seratus tombak.” Dan mereka menusuknya di siang hari dengan seratus tombak. Kemudian di malam hari raja bertanya: “Bagaimana orang itu?”
“Baginda, ia masih hidup” Kemudian raja berkata: “Pergilah dan tusuk orang ini di malam hari dengan seratus tombak.” Dan mereka menusuknya di malam hari dengan seratus tombak.

Bagaimana menurutmu, para bhikkhu? Akankah orang itu mengalami rasa sakit dan kesedihan karena ditusuk dengan tiga ratus tombak? “Yang Mulia, orang tersebut akan mengalami rasa sakit dan kesedihan karena ditusuk bahkan hanya dengan satu tombak, apalagi tiga ratus.”

Kemudian, Sang Bhagava mengambil batu kecil seukuran tanganNya, Sang Bhagava berbicara kepada para bhikkhu demikian: ‘Bagaimana menurutmu, para bhikkhu? Yang mana yang lebih besar, batu kecil yang Kuambil ini, seukuran tanganKu, atau Himalaya, raja pegunungan?’
‘Yang Mulia, batu yang telah diambil Sang Bhagava, se-ukuran tangan Sang Bhagava, tidak dapat dibandingkan dengan Himalaya, raja Pegunungan, bahkan tidak dengan sebagian pecahannya, tidak dapat dibandingkan.”

Demikian juga, para bhikkhu, rasa sakit dan kesedihan yang dialami orang tersebut karena ditusuk dengan tiga ratus tombak tidak dapat dibandingkan dengan penderitaan neraka; bahkan tidak ada sebagian kecilnya, tidak dapat dibandingkan.
Sekarang para penjaga neraka menyiksanya dengan menombaknya lima tancapan. Mereka menusuk sebuah besi panas merah menembus satu tangannya, mereka menusuk sebuah besi panas merah ke tangannya yang lain, mereka menusuk sebuah besi panas merah ke satu kakinya, mereka menusuk sebuah besi panas merah ke satu kakinya yang lain, mereka menusuk sebuah besi panas merah ke perutnya. Di sana ia merasa kesakitan, tersiksa, terluka. Namun ia tidak mati selama buah dari perbuatan jahatnya belum habis.

Setelah itu para penjaga neraka melemparkan dia dan memotong dia dengan kapak. Di sana ia merasa kesakitan, tersiksa, terluka. Namun ia tidak mati selama buah dari perbuatan jahatnya belum habis. Selanjutnya penjaga neraka menaruh dia dengan kakinya diatas dan kepalanya di bawah dan memotongnya dengan kapak. Di sana ia merasa kesakitan, tersiksa, terluka. Namun ia tidak mati selama buah dari perbuatan jahatnya belum habis. Selanjutnya para penjaga neraka mengekangnya ke sebuah kereta dan mengendarainya bolak-balik melintasi tanah yang panas, berkobar, dan berpijar. Di sana ia merasa kesakitan, tersiksa, terluka. Namun ia tidak mati selama buah dari perbuatan jahatnya belum habis.

Selanjutnya para penjaga neraka memaksanya untuk menaiki dan menuruni sebuah gundukan besar bara yang panas, berkobar, dan berpijar. Di sana ia merasa kesakitan, tersiksa, terluka. Namun ia tidak mati selama buah dari perbuatan jahatnya belum habis.

Selanjutnya para penjaga neraka memegangnya dengan kaki di atas dan kepala di bawah dan mencelupkannya ke dalam sebuah Kuali logam panas merah, yang panas, berkobar, dan berpijar. Dia dimasak di sana dalam pusaran buih. Dan saat ia sedang dimasak di sana dalam adukan buih, ia diputar ke atas, ke bawah, dan melintang. Di sana ia merasa kesakitan, tersiksa, menyakitkan perasaan.Namun ia tidak mati selama buah dari perbuatan jahatnya belum habis.

Berikutnya para penjaga neraka melemparkan dia ke neraka besar. Sekarang mengenai neraka besar tersebut, para bhikkhu:
Neraka tsb memilik 4 penjuru, dan dibangun dengan 4 pintu, terletak di setiap sisinya, ditemboki dengan besi sekelilingnya. Dan ditutup dengan atap besi. Lantainya juga terbuat dari besi. Dan dipanaskan dengan api hingga berpijar. Luasnya adalah seratus liga yang mencakup keseluruhan wilayah tersebut.
Para bhikkhu, Aku dapat memberitahu kalian dalam banyak cara tentang neraka. Sampai sejauh itu tetap sulit menemukan perumpamaan penderitaan yang ada di neraka. ”

Disini, saya ingin bertanya kepada kalian : Bagaimana yang kalian rasakan jika kalian menyalakan geretan / korek api dan menggunakan apinya untuk membakar satu dari jari-jari kalian selama 1 menit. Apakah sangat menyakitkan ? dan sekarang kalian seharusnya memikirkan : Bagaimana yang akan kalian rasakan jika seluruh tubuh kalian dibakar atau direbus di neraka untuk waktu yang lama ?

Buddha tidak bermaksud untuk menakut-nakuti kalian dengan apa yang ia katakan di dalam sutta, tetapi hanya untuk menunjukkan fakta-fakta, hingga membangkitkan keinginan baik yang kuat dalam diri kita untuk berlatih agar terhindar jatuh ke dalam keadaan yang menyedihkan.

Jika kita memiliki keyakinan kepada Buddha, kita akan memiliki keinginan baik yang kuat dalam diri kita untuk berlatih, agar supaya terbebas dari penderitaan lingkaran kelahiran kembali. Keinginan baik ini (Chanda) adalah keinginan dasar untuk berhasil, dimana salah satu dari 4 landasan untuk berhasil. Mengapa disebut landasan untuk berhasil ? Karena membantu kita mengatasi berbagai kendala, dan membangkitkan sepenuhnya energi untuk berlatih secara terus-menerus sampai kita mencapai tujuan kita. Jenis Energi ini (Viriya) adalah landasan lain untuk berhasil, yaitu, energi dasar untuk berhasil. Terlepas dari 2 landasan ini, kita juga harus menumbuhkan dua landasan lain untuk berhasil, yaitu, landasan pikiran dan landasan investigasi/penyelidikan untuk berhasil. Landasan pikiran untuk berhasil adalah ketertarikan pikiran yang sangat terhadap dan penerapan dari pikiran (Citta) ke dalam Dhamma. Landasan investigasi/penyelidikan (Vimamsa) untuk berhasil adalah kebijaksanaan, seperti kebijaksanaan yang timbul dari merenungkan tentang penderitaan di neraka. Jika kalian ingin mengembangkan kemampuan untuk terus berlatih Dhamma meskipun kalian telah bertemu banyak kegagalan, Kalian harus memiliki keyakinan yang tak tergoyahkan kepada Buddha, Dhamma, dan Sangha, dan menumbuhkan empat landasan untuk berhasil.

Dalam Balapandita Sutta, Sang Buddha memberikan sebuah perumpamaan untuk menunjukkan berapa lama seorang yang dungu harus menderita di alam yang menyedihkan. Di sana Beliau mengatakan:
”Misalkan seorang pria melemparkan sebuah kuk dengan satu lubang di dalamnya ke laut, dan angin timur membawanya ke barat, dan angin barat membawanya ke timur, dan angin utara membawanya ke selatan, dan angin selatan membawanya ke utara. Misalkan ada kura-kura buta yang muncul ke permukaan setiap satu abad sekali. Bagaimana menurutmu, para bhikkhu? Akankah kura-kura buta tersebut dapat memasukkan lehernya dalam kuk berlubang satu tersebut itu ? ”
“Mungkin saja, Yang Mulia, pada suatu saat atau di akhir suatu masa yang lama.”
‘Para bhikkhu, kura kura buta itu dapat memasukkan lehernya ke dalam kuk berlubang satu itu lebih cepat daripada seorang dungu, yang terlahir di alam sengsara, dapat memperoleh kondisi manusianya kembali, Aku katakan. Mengapakah? Karena tidak ada praktik Dhamma di sana, tidak ada praktik kebenaran, tidak melakukan apa yang bermanfaat, tidak ada pelaksanaan kebajikan. Di sana hanya ada saling memangsa, dan pembantaian pada yang lemah.

Dari perumpamaan kura-kura buta yang diberikan oleh Sang Buddha, kita mengetahui dengan jelas bahwa setelah seseorang terjatuh ke dalam keadaan yang menyedihkan, masa yang harus dia lewati agar dapat memperoleh kondisi manusianya kembali adalah sangat sulit untuk dibayangkan.

Disini, perkenankan saya mengajukan sebuah pertanyaan kepada kalian : Apakah bermanfaat untuk menjalani hidup lalai , menikmati kesenangan-kesenangan indrawi selama 60 atau 70 tahun, tanpa berlatih Dhamma, dan kemudian mengalami penderitaan neraka selama ribuan dan jutaan tahun ?

Saya akan memberikan sebuah cerita yang menunjukkan betapa bodohnya melakukan hal itu. Pada jaman Buddha Kasapa, ada empat orang sahabat. Mereka adalah anak-anak dari pedagang kaya. Suatu hari, mereka mendiskusikan apa yang harus mereka lakukan dalam hidup mereka. Salah satu dari mereka berkata : ‘Terhadap seorang Buddha yang begitu Agung dan baik melakukan perjalanan dari suatu tempat ke tempat lain, Haruskah kita memberikan dana, melakukan perbuatan bajik, dan menjaga moralitas (sila) ?’ Tetapi tak satupun dari mereka setuju dengan usulan tersebut. Satu yang lain berkata: ‘Mari kita habiskan waktu kita dengan minum minuman keras dan makan daging yang enak. Ini akan menjadi cara yang menyenangkan untuk menghabiskan hidup kita.’ Akhirnya seorang yang lain berkata : ‘Teman, hanya ada satu hal yang kita lakukan. Tidak ada wanita yang akan menolak tinggal dengan orang yang memberikan uang kepadanya. Mari kita menawarkan uang kepada istri orang lain dan melakukan perzinahan dengan mereka. ‘ Bagus, bagus!” Seru mereka semua, menyetujui usulan tersebut.

Sejak saat itu dan seterusnya mereka mengirimkan uang untuk wanita-wanita cantik, satu demi satu, dan selama 20,000 tahun melakukan perzinahan. Ketika mereka meninggal, mereka terlahir kembali di Neraka Avici, di sana mereka mengalami siksaan selama jangka waktu diantara 2 Buddha. Mati lagi, karena buah dari perbuatan jahat mereka yang belum habis, mereka terlahir kembali di Neraka ketel/ceret besi, dengan ukuran 60 liga. Setelah tenggelam selama tiga puluh ribu tahun, mereka mencapai bagian bawah, dan setelah naik selama 30,000 tahun, mereka muncul lagi dipinggiran. Setiap dari mereka ingin mengucapkan bait tunggal, tetapi mereka semua hanya bisa mengucapkan sebuah potongan suku kata tunggal, ‘du’, ‘sa’, ‘na’ dan ‘so’. Kemudian mereka terjatuh dan tenggelam kembali lagi ke dalam Ceret/Ketel Besi.

Pada saat itu, Raja Pasenadi mencoba untuk membunuh seorang pria agar dapat menikahi istri cantik pria tersebut. Karena itu, Ia tidak dapat tidur pada waktu malam hari, dan mendengar empat suara-suara yang mengerikan. Ia menjadi takut kalau ia akan bertemu dengan beberapa bahaya. Dengan mengikuti saran Ratu Malika, ia pergi untuk menemui Sang Buddha dan menanyakan apa arti dari suara-suara tersebut.

Buddha menjelaskan kepadanya, perbuatan yang dilakukan oleh 4 orang dungu dan hasil yang mereka dapatkan darinya. Kemudian Sang Buddha membacakan 4 bait yang belum selesai diucapkan oleh empat pelaku kejahatan tersebut sebagai berikut :

Satu kehidupan jahat yang kami jalani, kami tidak memberi apa yang kami punya.
Dengan semua kekayaan yang kami punya, kami tidak membuat perlindungan bagi diri kita sendiri.
Enam puluh ribu tahun harus kami lalui;
Kami mendidih di neraka. Kapankah akan berakhir ?
Tidak ada akhir. Dari mana datang sebuah akhir ?
Tidak ada akhir muncul; bagi Anda dan saya yang melakukan kejahatan.
Pastikan bahwa ketika saya pergi dari sini dan saya dilahirkan kembali sebagai manusia,
Saya harus menjadi seorang dermawan/pemurah, menjaga sila dan melakukan banyak kebaikan.

Keempat orang dungu yang bertemu Ajaran Buddha Kasapa, tetapi mereka tidak menghargainya. Mereka hanya bertobat ketika mereka terlahir kembali di neraka, tetapi sudah terlambat. Saat ini ada banyak orang yang telah terlahir menjadi manusia yang sulit untuk didapatkan, dan telah bertemu Ajaran Buddha yang sulit dijumpai, tetapi sebagian besar dari mereka tidak menghargai Ajaran Sang Buddha, dan masih terlarut dalam kesenangan indriawi. Apakah kalian ingin mengikuti orang-orang dungu itu ?

Jika kalian tidak ingin kehilangan kesempatan bertemu ajaran Sang Buddha yang sangat sulit untuk dijumpai, dan tidak ingin mengalami penderitaan neraka, kalian harus menumbuhkan keyakinan yang kuat. Kalian harus yakin bahwa jika kalian berlatih 3 latihan dari moralitas, konsentrasi dan kebijaksanaan berdasarkan ajaran Sang Buddha, Kalian dapat mencapai Jalan dan Buah Pemasuk arus, dimana kalian tidak akan pernah jatuh ke dalam empat alam yang menyedihkan lagi (4 alam Apaya). Dan jika kalian mencapai kesucian Arahat, kalian tidak akan pernah terlahir kembali. Berdasarkan keyakinan yang kuat ini, kalian harus membangkitkan kemauan baik dan energi baik yang kuat dan kokoh, dan berlatih dengan tekun sampai kalian mencapai kesucian Arahat.

Semoga kalian mencapai kesucian Arahat , secepat mungkin.
Untuk penjelasan Sutta lebih detail bisa lihat di :
Majjhima Nikaya III,.3.9 Balapandita Sutta (129)
Jataka No.314 (Lohakumbhi-Jataka)
Dhammapada, Bala Vagga, Verse 60

Idam me punnam asavakkhayam vaham hotu.
Idam me punnam Nibbanassa paccayo hotu.
Mama punnabhagam sabbasattanam bhajemi
Te sabbe me samam punnabhagam labhantu.

May Sayadawgyi be healthy, happy always and be support to the Buddhasasana more

Buddha sasanam ciram titthatu.

Sadhu…Sadhu…Sadhu…