Bhikkhu, Uang, Kappiya & Undangan
“Sāpattikassa bhikkhave, nirayaṃ vā
vadāmi tiracchānayoniṃ vā”.
Bagi bhikkhu yang memiliki pelanggaran, neraka
atau alam binatang menjadi tujuannya.
( Sāratthadīpanī Ṭīkā 3 )
Informasi singkat mengenai Bhikkhu, Uang, Kappiya & Undangan.
Bhikkhu hidupnya bergantung kepada kedermawanan umat awam dalam hal empat kebutuhan utama seperti jubah, makanan, tempat tinggal dan obat-obatan. Pada saat pagi sampai sebelum tengah hari seorang bhikkhu pergi untuk mengumpulkan dāna makanan dari umat yang berkeyakinan atau dayaka (penyokong).
Pada saat umat memberikan makanan, minumanan obat-obatan kepada seorang bhikkhu, jarak antara umat dengan bhikkhu jangan terlalu dekat dan jangan terlalu jauh. Jaraknya 2,5 Hattha atau
kira-kira satu rentangan tangan. Sebaiknya tidak menggunakan alas kaki dan memiliki niat yang luhur.
Setelah tengah hari makanan pokok, makanan ringan serta minuman susu dari kacang-kacangan dan susu dari berbagai binatang tidak boleh diberikan kepada seorang bhikkhu.
Setelah tengah hari seorang bhikkhu dapat menerima dan meminum madu, gula, minyak, mentega, Ghee serta minuman jus dari buah, bunga dan sayuran. Jus dari buah yang diperbolehkan seperti jus dari
buah jeruk, jeruk lemon, apel, anggur, alpukat, mangga, pisang, asam jawa, pepaya, nanas, lici dan lain-lain. Jus dari buah-buahan ini harus disaring sampai tidak ada ampasnya dan harus cair.
Jus dari sembilan buah yang berukuran besar tidak boleh diberikan kepada bhikkhu setelah tengah hari seperti buah lontar, kelapa, nangka, sukun, labu botol, labu putih, melon, semangka dan gambas
(oyong, buahnya hijau sebesar mentimun, kulitnya bersegi-segi, dagingnya masih muda empuk berongga seperti kapas, biasa dibuat sayur).
Jus dari sayuran yang diperbolehkan termasuk semua jenis sayuran, kecuali mentimun. Dalam proses pembuatan jus sayuran tersebut tidak boleh dengan cara dimasak atau direbus, harus disaring sampai tidak ada ampasnya dan harus cair. Semua jus hanya dapat dihangatkan di bawah sinar matahari, jika diperlukan.
Ada empat kebutuhan utama dari seorang bhikkhu, serta ada kebutuhan lainnya seperti kebutuhan untuk kegiatan belajar dan mengajar Dhamma serta kebutuhan untuk transportasi. Kebutuhan-kebutuhan bhikkhu ini diberikan oleh umat yang berkeyakinan atau dayaka. Umat tidak boleh memberikan uang kepada seorang
bhikkhu untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan bhikkhu tersebut.
Uang dalam bentuk apapun, Cek, Giro, Buku Tabungan, Kartu ATM, Kartu Kredit atau amplop yang berisi uang dan alat tukar lainnya yang memiliki fungsi sama seperti uang DILARANG diberikan kepada seorang bhikkhu manapun, dengan cara apapun, dengan alasan apapun, kapanpun dan di manapun.
Sang Buddha telah menetapkan peraturan mengenai emas dan perak (uang) pada Nissaggiya-Pācittiya ke-18 dalam Pātimokkha Bhikkhu. Yaitu:
“Bhikkhu manapun yang menerima emas dan perak (uang) atau membuatnya diterima atau menyetujui ketika
itu disimpan (di dekatnya), itu harus diserahkan dan diakui”.
Alasan utama Sang Buddha melarang seorang bhikkhu untuk memiliki uang.
Sang Buddha berkata, “… kepada siapapun uang diperbolehkan, maka kepada dirinya juga lima jenis
kesenangan indra diperbolehkan; kepada siapapun lima jenis kesenangan indra diperbolehkan, maka kalian
dapat memastikan, ia tidak memiliki sifat seperti seorang bhikkhu…”. (Maṇicūḷaka Sutta, Saṃyutta Nikāya)
Sang Buddha mengizinkan Meṇḍaka Sikkhāpada.
“Santi, bhikkhave, manussā saddhā pasannā, te kappiyakārakānaṃ hatthe hiraññaṃ upanikkhipanti – ‘iminā ayyassa yaṃ kappiyaṃ taṃ dethā’ti. Anujānāmi, bhikkhave, yaṃ tato kappiyaṃ taṃ sādituṃ; na tvevāhaṃ, bhikkhave, kenaci pariyāyena jātarūparajataṃ sāditabbaṃ pariyesitabbanti vadāmī’’ti.
“Terdapatlah, bhikkhu, umat yang berkeyakinan, dia mempercayakan emas ke tangan kappiya untuk disimpan. ‘Ini untuk Yang Mulia, apapun yang diizinkan bagi mereka, anda berikan pada mereka.’ Saya
menyatakan, bhikkhu, apapun yang diizinkan kalian boleh terima; tetapi Saya tidak pernah menyatakan, bhikkhu, bahwa apapun bentuk emas dan perak boleh diterima dan dicari”. (Mahāvagga Pāḷi, Vinaya; paragraf
342)
Kappiya adalah seorang umat yang dapat membantu, menyalurkan atau menjadi perantara dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang diizinkan bagi seorang bhikkhu yang berasal dari umat atau dayaka.
Kappiya bisa ditunjuk oleh pendonor, bhikkhu dan kappiyanya sendiri yang menawarkan diri untuk jadi kappiya.
Kappiya harus rajin, jujur serta memiliki pengetahuan Dhamma dan Vinaya, sehingga ia dapatmembantu bhikkhu sesuai dengan Dhamma dan Vinaya.
Jika umat yang berkeyakinan atau dayaka ingin mempercayakan uang ke tangan kappiya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang diizinkan bagi seorang bhikkhu, terdapat tiga tahapan prosedur yaitu:
I.Umat datang ke kappiya
Bila umat A belum tahu siapa kappiya Bhikkhu B.
Maka umat A dapat tanya ke Bhante B. “Bhante, siapakappiya Bhante?”.
Jawab Bhikkhu B: “Bagus kappiya saya”.
Kemudian umat A datang ke Bagus dan berkata:
“Saya mempercayakan uang kepada kamu untuk kebutuhan-kebutuhan yang diizinkan bagi seorang
bhikkhu yang nilainya sama besar dengan Rp. ………. . Kebutuhan ini untuk Bhante B. Bila Bhante B butuh
sesuatu, silahkan atur dengan kamu”.
II.Umat menginformasikan ke Bhikkhu B
“Bhante, saya memberikan kebutuhan-kebutuhan yang diizinkan bagi seorang bhikkhu yang nilainya sama besar dengan Rp. ………. . Saya telah mempercayakan kepada Bagus. Bila Bhante butuh sesuatu, silahkan beritahu kepada Bagus.
III.Kappiya lapor ke Bhikkhu B
“Bhante, umat A telah memberikan kebutuhan-kebutuhan yang diizinkan bagi seorang bhikkhu yang nilainya sama besar dengan Rp. ………. kepada Bhante. Bila Bhante butuh sesuatu, silahkan beritahu saya, saya akan mengaturnya”.
Penjelasan singkat dari prosedur di atas:
1. Setelah semua tahapan ini dijalankan, maka Bhikkhu B dapat meminta kebutuhan-kebutuhan yang diizinkan kepada Bagus.
2. Umat A tidak memberikan uang kepada Bhikkhu B, tetapi Bhikkhu B hanya menerima kebutuhan-kebutuhan yang diizinkan dan
bukan uangnya. Uangnya tetap milik umat A. Uang tersebut bukan milik Bhikkhu B maupun Bagus.
3. Jika kappiya tidak melakukan tugasnya, Bhikkhu B harus lapor ke umat A tentang apa yang terjadi dan menyarankan agar
mengambil kembali uangnya dari Bagus, sebelum uangnya hilang.
Undangan
Menurut peraturan Pācittiya ke-47, seorang bhikkhu hanya boleh meminta sesuatu dari seorang umat awam jika sedang sakit atau meminta dari sanak keluarganya atau ke umat awam yang telah memberikan pavāraṇā (undangan). Umat yang berkeyakinan atau dayaka boleh memberikan pavāraṇā kepada seorang bhikkhu.
Bila umat atau dayaka sudah berpavāraṇā kepada Bhikkhu B, maka Bhikkhu B dapat meminta kebutuhan-kebutuhan yang diizinkan bagi seorang bhikkhu sesuai dengan undangan tersebut.
Misalnya:
“Bhante, saya ingin berpavāraṇa. Bila Bhante membutuhkan sesuatu, silahkan Bhante beritahu kepada saya.”
(Pavāraṇā tersebut hanya berlaku untuk jangka waktu 4 bulan, kecuali umat mengulang pavāraṇānya atau memberikan pavāraṇā
untuk jangka panjang.)
Ini hanya merupakan informasi singkat. Informasi yang rinci dapat ditemukan dalam kitab komentar. Untuk informasi yang lebih jelas, kami menghimbau agar umat berdiskusi dengan seorang bhikkhu yang memahami Dhamma dan Vinaya dari Sang Buddha.
Semoga Dhamma Dapat Berlangsung Lama.
Sādhu…Sādhu…Sādhu…
Note : Artikel ini untuk kalangan sendiri